A. PENDAHULUAN
Setelah Khilafah Abbasiyah di
Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis.Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan
budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali
setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Uthma>ni
di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.
Sebagai Dinasti terakhir dalam
kerajaan Islam, Turki Uthma>ni telah membuktikan eksistensinya di seluruh
dunia dengan berkuasa selama lebih dari 7 Abad dan menguasai hampir dua pertiga dunia. Namun
sangat disayangkan bahwa peradaban ini pun tidak mampu menghadapi gejolak
modernisasi setelah kekalahan yang ke sekian kalinya termasuk pada Perang Dunia
I oleh aliansi bangsa-bangsa Eropa sehingga harus kehilangan banyak daerah
kekuasaannya.
Langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan oleh Sultan Abdul
Hamid II pun dinilai sudah terlambat sehingga kaum sekularis berhasil mengambil
alih kekuasaan menurunkan sultan dari
kedudukannya sebagai khalifah bahkan menghapus sistem kekhalifahan dan
mengubah turki menjadi negara sekular.
Makalah ini
membahas proses pertumbuhan Pemerintahan Dinasti Turki Uthma>ni,
perkembangan, kemajuan dan kemunduran sampai kehancuran peradaban islam Dinasti
Turki Uthma>ni
B.
PEMBAHASAN
Sejarah
Munculnya Dinasti Turki Uthma>ni
1.
Turki Pra Islam
Bangsa Turki berasal dari sebuah
rumpun bangsa Ural Altaic (rumpun bangsa kulit kuning). Mereka hidup dikaki
pegununan Altaic, bagian barat dari padang rumput Mongolia. Kemungkinan besar
nenek moyang bangsa Turki mempunyai hubungan yang erat dengan bangsa asli yang
mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian) daripada dengan bangsa yang
berdiam di Cina, Bangsa Samoye, Bangsa Hungaria maupun Mongolia. Mereka
berkiprah dan mengukur sejarah tidak dengan sebutan bangsa Turki, tetapi bangsa
Hun.[1]
Pola kehidupan bangsa ini adalah
nomaden serta masih berbudaya primitif. Sistem kekuasaan yang mereka lakukan
didasarkan pada aturan adat. Penopang kehidupan mereka adalah penggembala
ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Model
kehidupan ini telah memupuk kebangaan akan anak laki-laki. Sejak kanak-kanak
mereka telah dibiasakan untuk melakukan permainan yang dapat membentuk watak
pemberani dan tubuh yang kuat. Mereka mengorganisasi diri dibawah pimpinan yang
disebut syah.
Dari segi keyakinan, bangsa Altaic menganut
kepercayaan Syaman yakni menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan
roh.[2]
Menurut kepercayaan mereka, dengan upacara penyembahan ini orang akan mampu
memiliki kekuatan yang besar untuk digunakan kebaikan ataupun kejahatan.
Dalam kancah politik, bangsa ini
telah mampu membangun kerajaan besar yang bernama Attilia pada abad ke-5 M yang
terletak ditengah daratan Eropa setelah mereka berpindah dari pegunungan Altaic
pada abad ke 3 SM. Kondisi geografis yang didiami bangsa Turki saat itu secara
umum menuntut pola hidup berpindah-pindah. Situasi itu memunculkan bentuk
kehidupan yang bersuku-suku. Daerah perpindahan bangsa Turki tersebut juga
menrupakan daerah transit serta menjadi pusat bertemunya berbagai budaya bangsa
yang sedag bermigrasi. Di Daerah oase inilah bangsa Turki memulai kehidupan
yang bersifat semi-menetap.[3]
Karena menyadari akan watak bangsa
Turki yang suka berpindah-pindah dan menjarah suku lain yang lebih lemah, maka
kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Timur Tengah mendirikan pertahanan di
Transoksania untuk mempertahankan eksistensi mereka dari ancaman bangsa Turki.
Kelompok bangsa Turki yang menetap
diperbatasan dengan Timur Tengah inilah lambat laun berasimilasi dengan budaya
setempat (Islam). Dalam proses asimilasinya, kelompok ini mulai menyukai budaya
baru yang mereka kenal tersebut sehingga mereka berupaya menahan masuknya kawan
sesama bangsa Turki yang masih belum berbudaya dan suka merusak. dan inilah
awal persinggungan bangsa Turki dengan budaya Islam.
2.
Berdirinya Kerajaan Turki Uthma>ni
Turki Uthma>ni muncul di pentas
sejarah Islam pada periode pertengahan. Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah
bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turki yang mendiami
sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh
Sulaiman.[4]
Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang
menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada
tahun 1219-1220 M. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan
kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara
al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil).
Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari
serangan mongol Pada abad ke-13 saat Jhengis Khan mengusir orang-orang Turki
dari Khurasan dan sekitarnya.
Kakek Uthma>n, yang bernama Sulaiman
bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil. Setelah serangan Mongol terhadap
mereka mereda, Sulaiman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia mati
tenggelam. Empat putera Sulaiman saling berselisih kemana arah
tujuan mereke sepeninggal Sulaiman. Dua anak sulaiman yakni Senghor Tekin, Kun
Tonghur memutuskan meneruskan niat Ayah mereka kembali ke kampung halaman.
Sedangkan Ertughril, dan Danda memilih
berhijrah ke Utara.[5]
Kelompok
kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertughrul ibn
Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti
Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II
sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan
di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Ertughrul,
Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan
menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Ertughrul
terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut
wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Ertughrul meninggal
dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Uthma>n, yang diperkirakan
lahir pada 1258 M. Uthma>n inilah yang ditunjuk oleh Ertughrul untuk
meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada
saat itu. Nama Uthma>n inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan
Turki Uthma>ni. Uthma>n ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Uthma>ni.
Sebagaimana ayahnya, Uthma>n banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II.
Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Uthma>n.
Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan Broessa dapat ditaklukkan. [6]
Keberhasilan Uthma>n ini membuat
Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Uthma>n.
Bahkan Uthma>n diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya
selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jumat. Penyerangan Bangsa Mongol pada
tahun 1300 M ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan
Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kekosongan
kursi kekuasaan itulah, Uthma>n memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya
dengan nama Kesultanan Uthma>ni.[7]
Para
penguasa Dinasti Turki Uthma>ni
Dalam masa kurang lebih 6 abad (1294-1924), berkuasa, kerajaan turki Uthma>ni
mempunyai raja sebanyak 40 orang yang silih berganti, diantaranya:
1. Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/
1294-1326 M)
Pada tahun 699 H. Uthma>n melakukan perluasan kekuasaannya sampai
ke Romawi Bizantium. Uthma>n diberi gelar sebagai Padisyah Al-Uthma>n
(Raja besar keluarga Uthma>n), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Uthma>niyyah.
Uthma>n berusaha memperkuat tentara dan memajukan negrinya. kepada raja-raja
kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu:
·
Masuk Islam
·
Membayar Jizyah; atau
·
Berperang
2. Sultan Urkhan bin Uthma>n (726-761 H/
1326-1359 M)
Sultan Urkhan adalah putera Uthma>n I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi
raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse
sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia berhasil
mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang
dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini
dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama
kali dipergunakan senjata meriam.
3. Sultan Mura>d I bin Urkhan (761-791 H/
1359-1389 M)
Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Mura>d I. selain memantapkan
keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan
bebrapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian
dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda
(Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia,
Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Mura>d I, pada waktu itu
bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan
Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan
antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan
itu dimenangkan oleh pasukan Mura>d I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat
Islam. Selanjutnya pasukan Mura>d I merayap terus menguasai Eropa Timur
seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki.
4. Sultan Ba>yazi>d I bin Mura>d (
791-805 H/ 1389-1403 M)
Ba>yazi>d adalah putra Mura>d I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya
dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan Mutasya di Asia Kecil
dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Ba>yazi>d sangat besar pengaruhnya,
sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan
terhadap pasukan Ba>yazi>d, dan perangan ini yang merupakan penyebab terjadinya Perang Salib.
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat
dilumpuhkan oleh pasukan Ba>yazi>d. Namun pada peperangan berikutnya
ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Ba>yazi>d mengalami kekalahan bahkan
ia bersama putranya Musa tertawan sedangkan ketiga anaknya yang lain yakni
Sulaiman, Isa dan Muhammad berhasil kabur dan Musthafa memilih bersembunyi.
Tiga kali sempat Ia berusaha melarikan diri dari Tahanan Mongol namun akhirnya
tertangkap lagi dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.[8]
5. Sultan Muhammad I bin Ba>yazi>d
(816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan Ba>yazi>d membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa
Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Uthma>ni, sebab satu sama
lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki
Uthma>ni. Kematian Timur Lenk pada 1404 M dalam perang melawan Cina
memberikan kesempatan pada Sultan Muhammad I untuk menegakkan kembali
dinastinya.[9] Ia berusaha keras
menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan
semula.
6. Sultan Mura>d II bin Muhammad ( 824-855
H/ 1421-1451 M)
Sepeninggal Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Mura>d
II sesuai dengan wasiat ayahnya. Dari sini mulai tampak benih-benih peperangan
antar saudara untuk memperebutkan kekuasaan.[10]
Sulatan Mura>d II melanjutkan usaha Muhammad I untuk menguasai kembali
daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Uthma>ni sebelumnya. Daerah
pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan
Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam,
Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Mura>d II
menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya
yang bernama Muhammad, perjuangan Mura>d II dapat dilanjutkan kenbali yang
pada akhirnya Mura>d II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali
sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad
Al-Fatih.
7. Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/
1451-1481 M)
Setelah Sultan Mura>d II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Uthma>ni
dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar
Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel.[11]
Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai
dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel
adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam
sebelumnya.
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan
perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Tiga alasan Muhammad
menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
·
Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan
berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
·
Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa
Romawi.
·
Negerinya sangat indah dan letaknya strategis
untuk dijadikan pusat kerajaan.
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara
mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang
didirikan Ba>yazi>d. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli
Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman
Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang
kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan
pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat
Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur.
Setelah memasuki Konstantinopel terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian
dijadikan Masjid bagi umat Islam.[12]
Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, kota itu dijadikan
sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya
kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh
penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan
Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam
dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
·
Sultan Ba>yazi>d II (1481-1512 M)
·
Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
·
Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
·
Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
·
Sultan Mura>d III ( 1573-1596 M)
Setelah pemerintahan Sultan Mura>d III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan
Turki Uthma>ni sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan
sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan
sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang., sehingga melupakan
kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Uthma>ni dapat
diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga
kekuasaan Turki Uthma>ni semakin lemah dan berkurang karena beberapa negeri memisahkan
diri dari kekuasaannya,diantaranya adalah:
·
Rumania melepaskan diri dari Turki Uthma>ni pada
bulan Maret 1877 M.
·
Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan April 1878 M.
·
Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum dikuasai Rusia.
·
Katur kemudian menjadi daerah kekeusaan Persia.
Dalam sekian lama kekuasaannya, yakni sekitar 722
tahun, tidak kurang dari 40 sultan. Dari 40 sultan yang pernah memerintah Turki
Uthma>ni, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima periode.[13] Berikut
ini merupakan tabel nama para penguasa Dinasti Turki Uthma>ni:
Periode Pertama Periode ini dimulai darii berdirinya
kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur Lenk.
|
||
No.
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
1
|
Uthma>n I
|
1281
|
2
|
Orhan
|
1324
|
3
|
Mura>d I
|
1306
|
4
|
Ba>yazi>d I
|
1389
|
Peralihan Kekuasaan
|
1402
|
|
Periode kedua (1402-1556 M) pertumbuhan dan ekspansi kerajaan atau masa
keemasanDinasti Turki Uthma>ni
|
||
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
5
|
Muhammad I
|
1413
|
6
|
Mura>d II
|
1421
|
7
|
Muhammad II
|
1444
|
8
|
Mura>d II (menjabat yang kedua kalinya)
|
1446
|
9
|
Muhammad II (menjabat ketiga kalinya)
|
1451
|
10
|
Ba>yazi>d II
|
1481
|
11
|
Salim I
|
1512
|
12
|
Sulaiman I
|
1520
|
Periode ketiga (1556-1699M)/ kemunduran pertama. Periode ini ditandai dengan kemampuan
dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus menerus
terjadi karena alasan domestik, disamping juga gempuran dari daerah luar.
|
||
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
13
|
Salim II
|
1566
|
14
|
Mura>d III
|
1574
|
15
|
Muhammad III
|
1594
|
16
|
Ahmad I
|
1603
|
17
|
Musthofa I
|
1617
|
18
|
Uthma>n II
|
1618
|
19
|
Musthofa I (menjabat kedua kalinya)
|
1622
|
20
|
Mura>d IV
|
1623
|
21
|
Ibrahim
|
1640
|
22
|
Muhammad IV
|
1648
|
23
|
Sulaiman II
|
1678
|
24
|
Ahmad II
|
1691
|
25
|
Musthofa II
|
1695
|
Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai dengan bersurutnya kekuatan kerajaan
dan terpecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah
|
||
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
26
|
Ahmad III
|
1703
|
27
|
Mahmud I
|
1730
|
28
|
Uthma>n III
|
1754
|
29
|
Musthofa III
|
1757
|
30
|
Abdul Hamid I
|
1774
|
31
|
Salim III
|
1789
|
32
|
Musthofa IV
|
1807
|
33
|
Mahmud II
|
1808
|
Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh kebangkitan kultural dan
administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat.
|
||
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
34
|
Abdul Majid I
|
1839
|
35
|
Abdul Aziz
|
1861
|
36
|
Mura>d V
|
1876
|
37
|
Abdul Hamid II
|
1876
|
38
|
Muhammad Rasyid V
|
1909
|
39
|
Muhammad Wahid al-Din
|
1918
|
40
|
Abdul Majid II (hanya bergelar
sebagai khalifah)
|
1914
|
Perkembangan
Peradaban Islam di masa Dinasti Turki Uthma>ni
a. Aspek Militer dan Ekspansi Wilayah
Sepeninggal Sultan Uthma>n pada Tahun 1326 M, Kerajaan dipimpin oleh
anaknya Sultan Orkhan I (1326-1359 M). Pada masanya berdiri
Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga mampu
menciptakan kekuatan militer yang besar dan dengan mudahnya dapat
menaklukan Sebagian daerah benua Eropa yaitu, Azmir (Shirma)
tahun 1327 M, Tawasyanli 1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan
Galliopoli 1356 M.
Ketika Sultan Mura>d I (1359-1389 M) pengganti orkhan naik. Ia
memantapkan keamanan dalam negeri dan melakukan perluasan ke benua
Eropa dengan menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan
baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas
dengan kesuksesan Kerajaan Uthma>ni, negara Kristen Eropa pun bersatu
yang di pimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran
di Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul mundur dan di hancurkan .
Pada tahun 1389 M, Sultan Ba>yazi>d naik
tahta (1389-1403 M), Perluasan berlanjut dan dapat menguasai Salocia,
morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh
kemenangan dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh
Eropa, Kerajaan juga dipaksa menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan Raja
islam yang bernama Timur Lenk di samarkand. Pada tahun 1402 M. pertempuran
hebat pun terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan Ba>yazi>d
dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan meninggal di tahanan
pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan
kemerdekaannya.
Setelah Sultan Ba>yazi>d meninggal, terjadi perebutan kekuasaan
diantara putra–putranya (Muhammad, isa dan sulaiman) namun diantara
mereka Sultan Muhammad I yang naik tahta (1403-1421 M), di masa
pemerintahannya ia berhasil menyatukan kembali kekuatan dan
daerahnya dari bangsa mongol, terlebih setelah Timur lenk
meninggal pada tahun 1405 M.
Pada tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh
anaknya, Sultan Murrad II (1421-1484 M) mencapai banyak kemajuan pada
masa Sultan Muhammad II/ Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murrad
II, dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel. Setelah
Beliau meninggal digantikan oleh putranya Sultan Ba>yazi>d II, berbeda
dengan Ayahnya, yang lebih mementingkan kehidupan Tasawuf dari pada penaklukan
wilayah, sebab itu muncul kontroversial akhirnya ia mengundurkan diri dan
di gantikan putranya Sultan Salim I
Pada masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta
arah perluasan, memfokuskan pergerakan ke arah timur dengan
menaklukan Persia, Syiria hingga menembus Mesir di Afrika Utara yang
sebelumnya di kuasai mamluk.
Setelah Sultan Salim I Meninggal, Muncul Putranya Sultan Sulaiman I
(1520-1566 M) sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Uthma>ni
pada masa keemasannya, karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga
Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika
Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia,
Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga
daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis,
Budapest dan Yaman.
b. Aspek Perekonomian
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang
industri diantaranya :
·
Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun
·
Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan
kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat
itu
c. Aspek Ilmu Pengetahuan
a) Tempat pendidikan
Secara umum pada masa dinasti Uthma>niyah tidak terlalu memfokuskan
perhatian terhadap ilmu pengetahuan, sehingga mengakibatkan Bidang ilmu
pengetahuan kurang begitu menonjol, tidak seperti Dinasti Islam
sebelumnya, akan tetapi ada beberapa titik kemajuan yang terlihat yaitu pada
masa sultan Muhammad Al-Fatih. Dimana tersebarnya sekolah-sekolah di
semua kota besar dan daerah terpencil. juga
terdapat perpustakaan yang dibangun di sekitar
sekolahdengan pengelolaan sangat tertib, terbukti dengan keteraturan
catatan peminjaman
b) Penerjemahan kitab-kitab
Pada masa sultan al-fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah
lama dari bahasa yunani, latin, Persia dan arab kedalam bahasa turki, salah
satu buku yang diterjemahkan adalah masyahir al-rijal (orang-orang terkenal)
karya poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah buku
karangan abu al-qasim al-zaharowi al-andalusi, seorang ahli kedokteran yang
berjudul al-tashrif fi al-thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan
alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah
d.
Kemajuan dalam bidang Agama
Bidang keagamaan Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam
kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat
Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat
urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan.
Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa
ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua
aliran tarekat yang paling besar.
Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga
mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi
berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi
yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain,
tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap
taklid dan fanatik
terhadap suatu mazhab
dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[14]
Kemunduran, Keruntuhan Dinasti Turki Uthma>ni dan
Penghapusan Sistem Kekhalifahan
Disamping kemajuan itu, di sinilah
timbul bibit-bibit keruntuhan dinasti turki Uthma>ni, karena dinasti selalu
bergantung dengan sosok sultan, jika sultan itu bagus dalam memimpin kerajaan
maka kesuksesan yang datang, jika sultan itu hanya mementingkan egonya dan
perpolitikannya lemah, maka kerajaan mengalami kemunduran. Penyebab ini adalah
ketergantungan kerajaan terhadap kesinambungan/ pergantian politik seorang
sultan.[15]
Pemerintahan sultan
Turki yang ke
X, yaitu Sulaiman
I (1520-1566) merupakan masa
pemerintahan terpanjang dibangdingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama
pemerintahannya berhasil meraih
kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besar Turki.
Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah kekuasaannya. Namun
disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan.
Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan
ini kepada kesinambungan kekuatan
politik seorang Sultan.
Periode keruntuhan
kerajaan Turki Usamani
termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu: pertama,
priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sultan Salim II
(1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki Uthma>ni gagal
dalam merebut kota
Fiena untuk kedua
kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki
internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu.
Kemunduran dinasti turki Uthma>ni
juga ditandai dengan kekalahan-kekalahan dalam pertempuran pasukan Kristen
barat. Pada tahun 1702 diadakan perjanjian Carlowitz dan dalam perjanjian itu,
Turki Uthma>ni harus rela menyerahkan wilayah Hongaria, Transilvania, Morea,
Albania, Pedolia, dan Azzof. Ini adalah kemenangan kedua yang dipandang paling
penting bagi dunia Kristen atas Turki.
Pada abad ke-17 dan ke-18, dinasti
turki Uthma>ni diperintah oleh sekitar lima orang sultan, tetapi tidak ada
seseorang pun dari mereka yang dapat mengatasi tentangan besar yang menghantam
Turki Uthma>ni, terutama terhadap segala tantangan yang berasal dari Eropa.
Pada akhir abad ke-18 M, sultan Salim III (1789-1807 M) mulai menyadari
perlunya langkah-langkah pembaharuan dalam tubuh militer secara menyeluruh,
tetapi ia menjadi tidak berdaya saat menghadapi tantangan tentaranya yang tidak
menyetujui pembaharuan ini. Hal ini terbukti ketika pada masa
pemerintahannya, Mesir jatuh
ketangan Prancis dibawah
pimpinan Napoleon Bonaparte.[16]
Pada abad ke 16 kelompok derfisme[17] telah menjadi kelompok yang solid dan
mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua.[18]
Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan
mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan
Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren
ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik
politik yang mereka rancang.[19]
Dengan mengeploitasi posisinya
dimata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban
tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang
berusaha untuk masuk
ke dalam korp. Yenicheri. Hal ini mengakibatkan
membengkaknya jumlah keanggotaan Yenicheri
yang hingga pertengahan abad
ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.[20]
Keruntuhan dinasti turki Uthma>ni
dibagi menjadi dua bagian ; pertama, pada masa pemerintahan Sultan Salim II
yang ditandai dengan memandatkan kekuasaan/kebijakan diserahkan ke
bagian-bagian wilayah kekuasaan (otonomi daerah), dan juga disaat kegagalan
tentara turki Uthma>ni merebut kota Fiena yang kedua kalinya. Kedua,
timbulnya konflik internal yang mengakibatkan tidak mengurusi/mengontrol lagi
wilayah kekuasaan sehingga wilayah yang telah ditaklukkan melepaskan diri dari
kerajaan dinasti turki Uthma>ni.
Kondisi porak porandanya Imperium Turki Uthma>ni
abibat peperangan yang terus menerus, serta ekonomi negara yang devisit inilah
menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu.
Pemikiran tentang identitas bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang
meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.
Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan
kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Uthma>ni
mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah
kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Uthma>ni.
Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah
kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka.
Pada tahun 1919-1923
terjadi revolusi Turki setelah Turki Muda di bawah pimpinan Mustafa
Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal
sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru
bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu
itu merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki,
semula bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan
negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan
untuk menentang Sultan.
Mustafa Kemal (1881-1938) yang dikenal dengan Ataturk[21]
mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan
Turki Uthma>ni dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan
Nasionalisme.[22] Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama
kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa
Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang
sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya
Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki,
yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.
Kronologi sejarah di atas, penulis uraikan untuk
menerangkan suatu kondisi sosial politik Imperium Uthma>ni yang pada
ujungnya membentuk pemikiran dan gerakan sekuler Mustafa Kemal. Politik Kemalis
ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu supaya Turki dapat
masuk dalam peradaban Barat.
Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober
1923 memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa
Kemal sebagai Presiden Republik Turki. Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung
Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan jabatan khalifah. Khalifah Abdul
Majid sebagai khalifah terakhir diperintahkan meninggalkan Turki.[23]
Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun
kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di
tahun 1937, Republik Turki dengan resmi menjadi Negara sekuler.
Faktor-Faktor
penyebab hancurnya Turki Uthma>ni
Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran
kerajaan Turki Uthma>ni merupakan persoalan yang tidak mudah. Dalam sejarah
lima abad akhir, abad ke-13 sampai abad ke-19 Kerajaan Turki Uthma>ni
merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba.
Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Uthma>ni, dalam bukunya Syafiq
A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Uthma>ni, yaitu pertama,
melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Uthma>ni, kedua,
kehancuran perekonomian kerajaan dan ketiga, munculnya kekuatan baru di daratan
Eropa serta serangan balik terhadap Turki Uthma>ni.
1)
Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi sultan Uthma>ni kepada
kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi
politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang
cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Uthma>ni.
Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah
mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak
berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan
dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan
pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang
mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada Perdana Menteri untuk
mengendalikan roda pemerintahan. Praktik politik uang di kalangan elit,
pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kaveleri ke 18 tangan
pasukan infanteri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari
untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan
sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Uthma>ni.
2)
Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
Perubahan mendasar terjadi pada jumlah penduduk kerajaan
sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya
menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi
internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai
melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi
dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.[24]
Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan
penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh
pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional
kerajaan Turki Uthma>ni.
3)
Munculnya kekuatan
Eropa
Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianggap
secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Uthma>ni.[25]
Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI,
ketika masingmasing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia.
Ketika kerajaan Uthma>ni sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa
malah menggalang militer, ekonomi dan teknologi dan mengambil manfaat dari kelemahan
kerajaan Turki Uthma>ni.
Abdul Syukur Al Azizi dalam bukunya,
mengutip dari A. Syafiq Mughani menyebutkan faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki
Uthma>ni dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: secara internal dan eksternal.
Secara internal, yaitu:
·
Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem
pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap,
hilangnya keadilan,
·
merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas
·
Heterogenitas penduduk dan agama
·
Kehidupan yang istimewa dan bermegahan
·
Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki
mengalami kekalahan.
Secara eksternal, yaitu:
·
Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk
pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut
·
Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam
bidang persenjataan. Sedangkan Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga
jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.[26]
C.
KESIMPULAN
Dinasti
Turki uthma>ni di dirikan oleh bangsa pengembara Turki dari kabilah Orguz
yang mendiami daerah Asia tengah atau daerah utara Cina. Dinasti ini pertama
kali diproklamirkan oleh Uthma>n bin Sulaiman saat terjadinya kekosongan
pemerintahan Seljuk. Oleh karena itu, dinasti ini disebut dengan Dinasti turki
Uthma>ni.
Sejarah
kekuasaan Turki Usmani menjadi lima
periode, yaitu:
·
Periode pertama (1299-1402), Usman I sampai pemerintahan
Bayazid.
·
Periode kedua (1402-1566), Dari masa Muhammad I sampai
Sulaiman I.
·
Periode ketiga (1566-1699), dari masa pemerintahan Salim
II sampai Mustafa II.
·
Periode keempat (1699-1838), dari masa pemerintahan Ahmad
III sampai Mahmud II.
·
Periode kelima (1839-1922) dari masa pemerintahan Sultan
A. Majid I sampai A. Majid II.
Perkembangan paling menonjol dari
dinasti Turki Uthma>ni adalah pada bidang Militer, disamping bidang
kesenian, perekonomian, ilmu pengetahuan dan agama.
Faktor-faktor keruntuhan Dinasti
Turki Uthma>ni adalah:
1.
Lemahnya para sultan dan sistem birokrasi
2.
Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
3.
Munculnya kekuatan Eropa
DAFTAR
PUSTAKA
Azizi
(Al) Abdul Syukur. Kitab Sejarah
Peradaban Terlengkap, Jogjakarta: Saufa, 2014.
Boshworth,
C.E. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993.
Hitti,
Philip K. History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: serambi, 2013.
Ibrahim,
Qasim A. dan Muhammad A. Saleh. Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al
Islami>. Terj. Oleh Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam ,
Jakarta: Zaman, 2014.
Inalcik,
Halil.The Ottoman Empire The Classical Age 1300-1600, London: Phoenix,
1994.
Kusdiana, Ading. Sejarah dan Kebudayaan Islam;
Periode Pertengahan. Bandung : CV.Pustaka Setia, 2013.
Mughni,
A. Syafiq. Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki. Jakarta: Logos, 1997.
Nasution,
Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, 1991.
Stanford J. Shaw And Ezel Kural Shaw. History Of The Ottoman
Empire And Modern Turkey, New York: Cambrige University Press.
Syalaby, Ali Muhammad. Bangkit Dan Runtuhnya
Khilafah Utsmaniyah, Jakarta: pustaka Al kautsar, 2008.
Volkan,
Vamik D. And Norman Itzkowitz. The Immortal Atatturk A Psychobiography, London:
The University Of Chicago Press.
Yatim,
Badri. Sejarah Dan Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001.
[2] Ibid, hal. 6
[5] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad
A. Saleh, Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>. Terj.
Oleh Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam ,(Jakarta: Zaman, 2014),
Hal. 814
[7] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad
A. Saleh, Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>., hal.
815
[9] Philip K. Hitti, History Of
The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta:
serambi, 2013), hal.897
[11] Ibid,
hal. 838
[12] Ibid,
hal 842-843
[15]A. Syafiq Mughani, Sejarah
Kebudaya an Islam, hal. 93
[16] Ading Kusdina, Sejarah
Kebudayaan Islam, hal.144-146
[17] Derfisme merpakan sistem rekrutmen dan pelatihan dari pada keluarga penguasa (ruling class) sebelum mereke menjadi pejabat dikerajaan Turki Usamni
[19] Ibid, hal 94
[20] Ibid, Hal 95
[21] Mustafa Kamal lahir tahun 1880,
di kota Salonika ( kota Yahudi) daerah Macedonia yang berpenduduk sekitar
140.000 jiwa. Delapan puluh ribu di antaranya adalah orang-orangYahudi Espana,
dan dua puluh ribu lainnya lagi adalah orang-orang Yahudi Al-Dunama yang
merupakan kaum Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Secara resmi Mustafa Kamal
adalah anak Ali Ridha. Sedangkan ibunya bernama Zubaidah. Masih diliputi
keraguan yang tebal mengenai nasab Mustafa kemal. Bahkan dia sendiri tidak
mengakui Ali Ridha sebagai bapaknya. Konon ada yang mengatakan bahwa kedua
orang tuanya berasal dari Albania. Pernah dalam suatu kesempatan, Mustafa Kamal
melakukan pemeriksaan kembali terhadap kantor sensus penduduk di kota Salanik,
dan kemudian menggugurkan pertalian nasabnya dengan Ali Ridha, yang dianggap
bapaknya.lihat Vamik D. Volkan And
Norman Itzkowitz, The Immortal Atatturk A Psychobiography, (London: The
University Of Chicago Press), hal. 12-13
[22] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
Cet. VIII. Hal. 147-149
[26] Abdul Syukur Al Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Terlengkap,(Jogjakarta:
Saufa, 2014), hal. 419-420
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق