الخميس، 18 يونيو 2015

Dinasti Turki Uthma>ni

A.  PENDAHULUAN
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol. Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Uthma>ni di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.
Sebagai Dinasti terakhir dalam kerajaan Islam, Turki Uthma>ni telah membuktikan eksistensinya di seluruh dunia dengan berkuasa selama lebih dari 7 Abad dan  menguasai hampir dua pertiga dunia. Namun sangat disayangkan bahwa peradaban ini pun tidak mampu menghadapi gejolak modernisasi setelah kekalahan yang ke sekian kalinya termasuk pada Perang Dunia I oleh aliansi bangsa-bangsa Eropa sehingga harus kehilangan banyak daerah kekuasaannya.
Langkah-langkah  penyelamatan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II pun dinilai sudah terlambat sehingga kaum sekularis berhasil mengambil alih kekuasaan menurunkan  sultan dari kedudukannya sebagai khalifah bahkan menghapus sistem kekhalifahan dan mengubah  turki menjadi negara sekular.
Makalah  ini  membahas proses pertumbuhan Pemerintahan Dinasti Turki Uthma>ni, perkembangan, kemajuan dan kemunduran sampai kehancuran peradaban islam Dinasti Turki Uthma>ni









B.   PEMBAHASAN
Sejarah Munculnya Dinasti Turki Uthma>ni
1.    Turki Pra Islam
Bangsa Turki berasal dari sebuah rumpun bangsa Ural Altaic (rumpun bangsa kulit kuning). Mereka hidup dikaki pegununan Altaic, bagian barat dari padang rumput Mongolia. Kemungkinan besar nenek moyang bangsa Turki mempunyai hubungan yang erat dengan bangsa asli yang mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian) daripada dengan bangsa yang berdiam di Cina, Bangsa Samoye, Bangsa Hungaria maupun Mongolia. Mereka berkiprah dan mengukur sejarah tidak dengan sebutan bangsa Turki, tetapi bangsa Hun.[1]
Pola kehidupan bangsa ini adalah nomaden serta masih berbudaya primitif. Sistem kekuasaan yang mereka lakukan didasarkan pada aturan adat. Penopang kehidupan mereka adalah penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Model kehidupan ini telah memupuk kebangaan akan anak laki-laki. Sejak kanak-kanak mereka telah dibiasakan untuk melakukan permainan yang dapat membentuk watak pemberani dan tubuh yang kuat. Mereka mengorganisasi diri dibawah pimpinan yang disebut syah.
Dari segi keyakinan, bangsa Altaic menganut kepercayaan Syaman yakni menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan roh.[2] Menurut kepercayaan mereka, dengan upacara penyembahan ini orang akan mampu memiliki kekuatan yang besar untuk digunakan kebaikan ataupun kejahatan.
Dalam kancah politik, bangsa ini telah mampu membangun kerajaan besar yang bernama Attilia pada abad ke-5 M yang terletak ditengah daratan Eropa setelah mereka berpindah dari pegunungan Altaic pada abad ke 3 SM. Kondisi geografis yang didiami bangsa Turki saat itu secara umum menuntut pola hidup berpindah-pindah. Situasi itu memunculkan bentuk kehidupan yang bersuku-suku. Daerah perpindahan bangsa Turki tersebut juga menrupakan daerah transit serta menjadi pusat bertemunya berbagai budaya bangsa yang sedag bermigrasi. Di Daerah oase inilah bangsa Turki memulai kehidupan yang bersifat semi-menetap.[3]
Karena menyadari akan watak bangsa Turki yang suka berpindah-pindah dan menjarah suku lain yang lebih lemah, maka kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Timur Tengah mendirikan pertahanan di Transoksania untuk mempertahankan eksistensi mereka dari ancaman bangsa Turki.
Kelompok bangsa Turki yang menetap diperbatasan dengan Timur Tengah inilah lambat laun berasimilasi dengan budaya setempat (Islam). Dalam proses asimilasinya, kelompok ini mulai menyukai budaya baru yang mereka kenal tersebut sehingga mereka berupaya menahan masuknya kawan sesama bangsa Turki yang masih belum berbudaya dan suka merusak. dan inilah awal persinggungan bangsa Turki dengan budaya Islam.
2.    Berdirinya Kerajaan Turki Uthma>ni
Turki Uthma>ni muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah  utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman.[4] Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220 M. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol Pada abad ke-13 saat Jhengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya.
Kakek Uthma>n, yang bernama Sulaiman bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil. Setelah serangan Mongol terhadap mereka mereda, Sulaiman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia mati tenggelam.  Empat  putera Sulaiman saling berselisih kemana arah tujuan mereke sepeninggal Sulaiman. Dua anak sulaiman yakni Senghor Tekin, Kun Tonghur memutuskan meneruskan niat Ayah mereka kembali ke kampung halaman. Sedangkan  Ertughril, dan Danda memilih berhijrah ke Utara.[5]
            Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertughrul ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Ertughrul, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Ertughrul terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Ertughrul meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Uthma>n, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. Uthma>n inilah yang ditunjuk oleh Ertughrul untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Uthma>n inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Uthma>ni. Uthma>n ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Uthma>ni. Sebagaimana ayahnya, Uthma>n banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Uthma>n. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. [6]
Keberhasilan Uthma>n ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Uthma>n. Bahkan Uthma>n diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jumat. Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 M ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kekosongan kursi kekuasaan itulah, Uthma>n memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Uthma>ni.[7]

Para penguasa Dinasti Turki Uthma>ni
Dalam masa kurang lebih 6 abad (1294-1924), berkuasa, kerajaan turki Uthma>ni mempunyai raja sebanyak 40 orang yang silih berganti, diantaranya:
1.    Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/ 1294-1326 M)
Pada tahun 699 H. Uthma>n melakukan perluasan kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium. Uthma>n diberi gelar sebagai Padisyah Al-Uthma>n (Raja besar keluarga Uthma>n), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Uthma>niyyah. Uthma>n berusaha memperkuat tentara dan memajukan negrinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu:
·         Masuk Islam
·         Membayar Jizyah; atau
·         Berperang
2.    Sultan Urkhan bin Uthma>n (726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Urkhan adalah putera Uthma>n I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia berhasil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.
3.    Sultan Mura>d I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M)
Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Mura>d I. selain memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan bebrapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Mura>d I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Mura>d I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Mura>d I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki.
4.    Sultan Ba>yazi>d I bin Mura>d ( 791-805 H/ 1389-1403 M)
Ba>yazi>d adalah putra Mura>d I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan Mutasya di Asia Kecil dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Ba>yazi>d sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Ba>yazi>d, dan perangan ini yang merupakan penyebab terjadinya Perang Salib.
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Ba>yazi>d. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Ba>yazi>d mengalami kekalahan bahkan ia bersama putranya Musa tertawan sedangkan ketiga anaknya yang lain yakni Sulaiman, Isa dan Muhammad berhasil kabur dan Musthafa memilih bersembunyi. Tiga kali sempat Ia berusaha melarikan diri dari Tahanan Mongol namun akhirnya tertangkap lagi dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.[8]
5.    Sultan Muhammad I bin Ba>yazi>d (816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan Ba>yazi>d membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Uthma>ni, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Uthma>ni. Kematian Timur Lenk pada 1404 M dalam perang melawan Cina memberikan kesempatan pada Sultan Muhammad I untuk menegakkan kembali dinastinya.[9] Ia berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula.
6.    Sultan Mura>d II bin Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M)
Sepeninggal Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Mura>d II sesuai dengan wasiat ayahnya. Dari sini mulai tampak benih-benih peperangan antar saudara untuk memperebutkan kekuasaan.[10]
Sulatan Mura>d II melanjutkan usaha Muhammad I untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Uthma>ni sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Mura>d II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Mura>d II dapat dilanjutkan kenbali yang pada akhirnya Mura>d II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih.
7.    Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M)
Setelah Sultan Mura>d II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Uthma>ni dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel.[11] Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya. 
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Tiga alasan Muhammad menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
·         Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
·         Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
·         Negerinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan.
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Ba>yazi>d. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan Masjid bagi umat Islam.[12]
Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, kota itu dijadikan sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
·         Sultan Ba>yazi>d II (1481-1512 M)
·         Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
·         Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
·         Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
·         Sultan Mura>d III ( 1573-1596 M)
Setelah pemerintahan Sultan Mura>d III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Uthma>ni sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang., sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Uthma>ni dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga kekuasaan Turki Uthma>ni semakin lemah dan berkurang karena beberapa negeri memisahkan diri dari kekuasaannya,diantaranya adalah:
·         Rumania melepaskan diri dari Turki Uthma>ni pada bulan Maret 1877 M.
·         Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan April 1878 M.
·         Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum dikuasai Rusia.
·         Katur kemudian menjadi daerah kekeusaan Persia.

Dalam sekian lama kekuasaannya, yakni sekitar 722 tahun, tidak kurang dari 40 sultan. Dari 40 sultan yang pernah memerintah Turki Uthma>ni, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima periode.[13] Berikut ini merupakan tabel nama para penguasa Dinasti Turki Uthma>ni:

Periode Pertama Periode ini dimulai darii berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur Lenk.
No.
Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
1
Uthma>n I
1281
2
Orhan
1324
3
Mura>d I
1306
4
Ba>yazi>d I
1389
Peralihan Kekuasaan
1402
Periode kedua (1402-1556 M) pertumbuhan dan ekspansi kerajaan atau masa keemasanDinasti Turki Uthma>ni

Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
5
Muhammad I
1413
6
Mura>d II
1421
7
Muhammad II
1444
8
Mura>d II (menjabat yang kedua kalinya)
1446
9
Muhammad II (menjabat ketiga kalinya)
1451
10
Ba>yazi>d II
1481
11
Salim I
1512
12
Sulaiman I
1520
Periode ketiga (1556-1699M)/ kemunduran pertama. Periode ini ditandai dengan kemampuan dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus menerus terjadi karena alasan domestik, disamping juga gempuran dari daerah luar.

Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
13
Salim II
1566
14
Mura>d III
1574
15
Muhammad III
1594
16
Ahmad I
1603
17
Musthofa I
1617
18
Uthma>n II
1618
19
Musthofa I (menjabat kedua kalinya)
1622
20
Mura>d IV
1623
21
Ibrahim
1640
22
Muhammad IV
1648
23
Sulaiman II
1678
24
Ahmad II
1691
25
Musthofa II
1695
Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai dengan bersurutnya kekuatan kerajaan dan terpecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah

Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
26
Ahmad III
1703
27
Mahmud I
1730
28
Uthma>n III
1754
29
Musthofa III
1757
30
Abdul Hamid I
1774
31
Salim III
1789
32
Musthofa IV
1807
33
Mahmud II
1808
Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh kebangkitan kultural dan administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat.

Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
34
Abdul Majid I
1839
35
Abdul Aziz
1861
36
Mura>d V
1876
37
Abdul Hamid II
1876
38
Muhammad Rasyid V
1909
39
Muhammad Wahid al-Din
1918
40
Abdul Majid II (hanya bergelar sebagai khalifah)
1914


Perkembangan Peradaban Islam di masa Dinasti Turki Uthma>ni
a.       Aspek Militer dan Ekspansi Wilayah
Sepeninggal Sultan Uthma>n pada Tahun 1326 M, Kerajaan dipimpin oleh anaknya Sultan Orkhan I (1326-1359 M). Pada masanya berdiri  Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga mampu menciptakan kekuatan militer yang besar  dan dengan mudahnya dapat menaklukan  Sebagian daerah benua  Eropa  yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli  1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan Galliopoli 1356 M.
Ketika Sultan Mura>d I (1359-1389 M) pengganti orkhan naik. Ia memantapkan keamanan  dalam negeri dan melakukan perluasan ke benua  Eropa dengan menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan kesuksesan Kerajaan  Uthma>ni, negara Kristen Eropa pun bersatu yang di pimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran di Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul mundur dan di hancurkan .
Pada tahun 1389 M, Sultan Ba>yazi>d naik tahta (1389-1403 M), Perluasan berlanjut dan dapat menguasai Salocia, morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh  kemenangan dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh Eropa, Kerajaan juga dipaksa menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan Raja islam yang bernama Timur Lenk di samarkand. Pada tahun 1402 M. pertempuran hebat pun terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan  Ba>yazi>d dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan meninggal di tahanan pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan kemerdekaannya.
Setelah Sultan Ba>yazi>d meninggal, terjadi perebutan kekuasaan diantara putra–putranya (Muhammad, isa dan sulaiman) namun diantara mereka Sultan Muhammad I yang naik tahta (1403-1421 M), di masa pemerintahannya ia berhasil  menyatukan kembali  kekuatan  dan daerahnya  dari  bangsa  mongol, terlebih setelah Timur lenk meninggal pada tahun 1405 M.
Pada tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh anaknya, Sultan Murrad II (1421-1484 M) mencapai banyak kemajuan pada masa Sultan Muhammad II/ Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murrad II,  dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel. Setelah Beliau meninggal digantikan oleh putranya Sultan Ba>yazi>d II, berbeda dengan Ayahnya, yang lebih mementingkan kehidupan Tasawuf dari pada penaklukan wilayah, sebab itu muncul kontroversial  akhirnya ia mengundurkan diri dan di gantikan putranya Sultan Salim I
Pada masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta arah perluasan, memfokuskan pergerakan   ke arah timur dengan menaklukan Persia, Syiria hingga menembus  Mesir di Afrika Utara yang sebelumnya di kuasai mamluk.
Setelah Sultan Salim I Meninggal, Muncul Putranya Sultan Sulaiman I (1520-1566 M) sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Uthma>ni pada masa keemasannya, karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia, Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis, Budapest dan Yaman.

b.      Aspek Perekonomian
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri  diantaranya :
·         Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun
·         Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu

c.       Aspek Ilmu Pengetahuan
a)       Tempat pendidikan
Secara umum pada masa dinasti Uthma>niyah tidak terlalu memfokuskan perhatian terhadap ilmu pengetahuan, sehingga mengakibatkan Bidang ilmu pengetahuan  kurang begitu menonjol, tidak seperti  Dinasti Islam sebelumnya, akan tetapi ada beberapa titik kemajuan yang terlihat yaitu pada masa sultan Muhammad Al-Fatih. Dimana tersebarnya sekolah-sekolah di semua kota besar dan daerah terpencil. juga terdapat perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolahdengan pengelolaan sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan peminjaman
b)       Penerjemahan kitab-kitab
Pada masa sultan al-fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah lama dari bahasa yunani, latin, Persia dan arab kedalam bahasa turki, salah satu buku yang diterjemahkan adalah masyahir al-rijal (orang-orang terkenal) karya poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah buku karangan abu al-qasim al-zaharowi al-andalusi, seorang ahli kedokteran yang berjudul al-tashrif fi al-thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah

d.      Kemajuan dalam bidang Agama
Bidang keagamaan Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar.
Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid  dan  fanatik  terhadap  suatu  mazhab  dan  menentang  mazhab-mazhab lainnya.[14]

Kemunduran, Keruntuhan Dinasti Turki Uthma>ni dan Penghapusan Sistem Kekhalifahan
Disamping kemajuan itu, di sinilah timbul bibit-bibit keruntuhan dinasti turki Uthma>ni, karena dinasti selalu bergantung dengan sosok sultan, jika sultan itu bagus dalam memimpin kerajaan maka kesuksesan yang datang, jika sultan itu hanya mementingkan egonya dan perpolitikannya lemah, maka kerajaan mengalami kemunduran. Penyebab ini adalah ketergantungan kerajaan terhadap kesinambungan/ pergantian politik seorang sultan.[15]
Pemerintahan  sultan  Turki  yang  ke  X,  yaitu  Sulaiman  I  (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibangdingkan dengan Sultan-Sultan lainnya.  Selama  pemerintahannya  berhasil  meraih  kesuksesan  dengan  masuknya beberapa wilayah Negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan   kerajaan   ini   kepada   kesinambungan   kekuatan   politik   seorang Sultan.
Periode  keruntuhan  kerajaan  Turki  Usamani  termanifestasi  dalam  dua priode yang berbeda pula, yaitu: pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sultan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata  Turki  Uthma>ni  gagal  dalam  merebut  kota  Fiena  untuk  kedua  kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu.
Kemunduran dinasti turki Uthma>ni juga ditandai dengan kekalahan-kekalahan dalam pertempuran pasukan Kristen barat. Pada tahun 1702 diadakan perjanjian Carlowitz dan dalam perjanjian itu, Turki Uthma>ni harus rela menyerahkan wilayah Hongaria, Transilvania, Morea, Albania, Pedolia, dan Azzof. Ini adalah kemenangan kedua yang dipandang paling penting bagi dunia Kristen atas Turki.
Pada abad ke-17 dan ke-18, dinasti turki Uthma>ni diperintah oleh sekitar lima orang sultan, tetapi tidak ada seseorang pun dari mereka yang dapat mengatasi tentangan besar yang menghantam Turki Uthma>ni, terutama terhadap segala tantangan yang berasal dari Eropa. Pada akhir abad ke-18 M, sultan Salim III (1789-1807 M) mulai menyadari perlunya langkah-langkah pembaharuan dalam tubuh militer secara menyeluruh, tetapi ia menjadi tidak berdaya saat menghadapi tantangan tentaranya yang tidak menyetujui pembaharuan ini. Hal ini terbukti ketika pada masa pemerintahannya,   Mesir   jatuh   ketangan   Prancis   dibawah   pimpinan   Napoleon Bonaparte.[16]
Pada abad ke 16 kelompok derfisme[17]  telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua.[18] Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.[19]
Dengan mengeploitasi posisinya dimata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk   yang   berusaha   untuk   masuk   ke   dalam   korp. Yenicheri. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah   keanggotaan   Yenicheri   yang   hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.[20]
Keruntuhan dinasti turki Uthma>ni dibagi menjadi dua bagian ; pertama, pada masa pemerintahan Sultan Salim II yang ditandai dengan memandatkan kekuasaan/kebijakan diserahkan ke bagian-bagian wilayah kekuasaan (otonomi daerah), dan juga disaat kegagalan tentara turki Uthma>ni merebut kota Fiena yang kedua kalinya. Kedua, timbulnya konflik internal yang mengakibatkan tidak mengurusi/mengontrol lagi wilayah kekuasaan sehingga wilayah yang telah ditaklukkan melepaskan diri dari kerajaan dinasti turki Uthma>ni.
Kondisi porak porandanya Imperium Turki Uthma>ni abibat peperangan yang terus menerus, serta ekonomi negara yang devisit inilah menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitas bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.
Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Uthma>ni mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Uthma>ni. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka.
Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki setelah Turki Muda di bawah pimpinan Mustafa Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan.
Mustafa Kemal (1881-1938) yang dikenal dengan Ataturk[21] mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Uthma>ni dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan Nasionalisme.[22] Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.
Kronologi sejarah di atas, penulis uraikan untuk menerangkan suatu kondisi sosial politik Imperium Uthma>ni yang pada ujungnya membentuk pemikiran dan gerakan sekuler Mustafa Kemal. Politik Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu supaya Turki dapat masuk dalam peradaban Barat.
Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik Turki. Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid sebagai khalifah terakhir diperintahkan meninggalkan Turki.[23] Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di tahun 1937, Republik Turki dengan resmi menjadi Negara sekuler.

Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Uthma>ni
 Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki Uthma>ni merupakan persoalan yang tidak mudah. Dalam sejarah lima abad akhir, abad ke-13 sampai abad ke-19 Kerajaan Turki Uthma>ni merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba. Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Uthma>ni, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Uthma>ni, yaitu pertama, melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Uthma>ni, kedua, kehancuran perekonomian kerajaan dan ketiga, munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Uthma>ni.
1)      Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi sultan Uthma>ni kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Uthma>ni. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada Perdana Menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik politik uang di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kaveleri ke 18 tangan pasukan infanteri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Uthma>ni.
2)      Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
Perubahan mendasar terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.[24] Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Uthma>ni.
3)       Munculnya kekuatan Eropa
Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Uthma>ni.[25] Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masingmasing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Uthma>ni sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, ekonomi dan teknologi dan mengambil manfaat dari kelemahan kerajaan Turki Uthma>ni.
Abdul Syukur Al Azizi dalam bukunya, mengutip dari A. Syafiq Mughani menyebutkan faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki Uthma>ni dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: secara internal dan eksternal. Secara internal, yaitu:
·         Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan,
·         merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas
·         Heterogenitas penduduk dan agama
·         Kehidupan yang istimewa dan bermegahan
·         Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki mengalami kekalahan.
Secara eksternal, yaitu:
·         Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut
·         Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.[26]




C.   KESIMPULAN
Dinasti Turki uthma>ni di dirikan oleh bangsa pengembara Turki dari kabilah Orguz yang mendiami daerah Asia tengah atau daerah utara Cina. Dinasti ini pertama kali diproklamirkan oleh Uthma>n bin Sulaiman saat terjadinya kekosongan pemerintahan Seljuk. Oleh karena itu, dinasti ini disebut dengan Dinasti turki Uthma>ni.
Sejarah  kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
·         Periode pertama (1299-1402), Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
·         Periode kedua (1402-1566), Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
·         Periode ketiga (1566-1699), dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
·         Periode keempat (1699-1838), dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
·         Periode kelima (1839-1922) dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A. Majid II.
Perkembangan paling menonjol dari dinasti Turki Uthma>ni adalah pada bidang Militer, disamping bidang kesenian, perekonomian, ilmu pengetahuan dan agama.
Faktor-faktor keruntuhan Dinasti Turki Uthma>ni adalah:
1.      Lemahnya para sultan dan sistem birokrasi
2.      Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
3.      Munculnya kekuatan Eropa










DAFTAR PUSTAKA
Azizi (Al) Abdul Syukur. Kitab  Sejarah Peradaban Terlengkap, Jogjakarta: Saufa, 2014.
Boshworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993.
Hitti, Philip K. History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: serambi, 2013.
Ibrahim, Qasim A. dan Muhammad A. Saleh. Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>. Terj. Oleh Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam , Jakarta: Zaman, 2014.
Inalcik, Halil.The Ottoman Empire The Classical Age 1300-1600, London: Phoenix, 1994.
Kusdiana, Ading. Sejarah dan Kebudayaan Islam; Periode Pertengahan. Bandung : CV.Pustaka Setia, 2013.
Mughni, A. Syafiq. Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki. Jakarta: Logos, 1997.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Stanford J. Shaw And Ezel Kural Shaw. History Of The Ottoman Empire And Modern Turkey, New York: Cambrige University Press.
Syalaby, Ali Muhammad. Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Jakarta: pustaka Al kautsar, 2008.
Volkan, Vamik D. And Norman Itzkowitz. The Immortal Atatturk A Psychobiography, London: The University Of Chicago Press.
Yatim, Badri. Sejarah Dan Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001.



[1] A. Syafiq Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki.( Jakarta: Logos, 1997), hal. 54-57
[2] Ibid, hal. 6
[3] Ibid, hal. 7
[4] C.E. Boshworth, Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 163
[5] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>. Terj. Oleh Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam ,(Jakarta: Zaman, 2014), Hal. 814
[6] Halil Inalcik,The Ottoman Empire The Classical Age 1300-1600,(London: Phoenix, 1994), hal.55
[7] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>., hal. 815
[8]Ibid, Hal. 828
[9] Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: serambi, 2013), hal.897
[10] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Al Mawsu>’ah Fi> Al Ta>ri>kh Al Islami>, Hal. 831
[11] Ibid, hal. 838
[12] Ibid, hal 842-843
[13] A. Syafiq Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, hal. 54-67
[14]  Badri Yatim, Sejarah Dan Peradaban Islam,( Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001), hal. 137
[15]A. Syafiq Mughani, Sejarah Kebudaya an Islam, hal. 93
[16] Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.144-146
[17] Derfisme merpakan sistem rekrutmen dan pelatihan dari pada keluarga penguasa (ruling class) sebelum mereke menjadi pejabat dikerajaan Turki Usamni
[18] A. Syafiq Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, hal. 93
[19] Ibid, hal 94
[20] Ibid, Hal 95
[21] Mustafa Kamal lahir tahun 1880, di kota Salonika ( kota Yahudi) daerah Macedonia yang berpenduduk sekitar 140.000 jiwa. Delapan puluh ribu di antaranya adalah orang-orangYahudi Espana, dan dua puluh ribu lainnya lagi adalah orang-orang Yahudi Al-Dunama yang merupakan kaum Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Secara resmi Mustafa Kamal adalah anak Ali Ridha. Sedangkan ibunya bernama Zubaidah. Masih diliputi keraguan yang tebal mengenai nasab Mustafa kemal. Bahkan dia sendiri tidak mengakui Ali Ridha sebagai bapaknya. Konon ada yang mengatakan bahwa kedua orang tuanya berasal dari Albania. Pernah dalam suatu kesempatan, Mustafa Kamal melakukan pemeriksaan kembali terhadap kantor sensus penduduk di kota Salanik, dan kemudian menggugurkan pertalian nasabnya dengan Ali Ridha, yang dianggap bapaknya.lihat  Vamik D. Volkan And Norman Itzkowitz, The Immortal Atatturk A Psychobiography, (London: The University Of Chicago Press), hal. 12-13
[22] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) Cet. VIII. Hal. 147-149
[23] Ibid, hal. 151
[24] A. Syafiq Mughani, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.104
[25] Ibid,hal. 112                                                                   
[26] Abdul Syukur Al Azizi, Kitab  Sejarah Peradaban Terlengkap,(Jogjakarta: Saufa, 2014), hal. 419-420

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق